Categories: Teknologi

Pengalaman Kocak Saat Melatih Model Machine Learning di Laptop Biasa

Pengalaman Kocak Saat Melatih Model Machine Learning di Laptop Biasa

Itu malam Minggu, sekitar jam 2 pagi di kamar kos saya di Yogyakarta. Di meja: secangkir kopi dingin, kabel charger yang tertekuk, dan laptop 2017 yang saya pakai lebih karena kebiasaan daripada karena kemampuan. Tujuannya sederhana: menjalankan satu eksperimen otomatis untuk fine-tuning model kecil. Yang terjadi? Drama. Dan tentu saja, ada pelajaran otomasi yang saya bawa pulang.

Awal: Ambisi Otomatisasi yang Sederhana

Saya ingin membuat pipeline otomatis: preprocess → train → validate → simpan checkpoint. Ide bagus. Implementasinya? Script Python + cron job agar berjalan setiap malam. Waktu itu saya optimis—saya pikir, “Cukup atur batch kecil, gunakan gradient accumulation, dan jalankan saja.” Saya bahkan memasang logging yang rapi supaya bisa memantau via file log. Internal dialog saya: “Ini project singkat, selesai sebelum matahari terbit.”

Ternyata optimism saya bertabrakan dengan realita laptop. Fan berdengung keras sejak epoch kedua. Swap file mulai bekerja keras. Sekitar jam 3 pagi, laptop memutuskan untuk tidur siang paksa: thermal shutdown. Saya terbangun karena suara hening. Monitor hanya menampilkan kursor berkedip. Panic? Sebentar. Lalu saya tertawa kecut—bukankah ini cerita klasik para engineer yang mencoba memaksa hardware kecil melakukan pekerjaan server?

Konflik dan Solusi Otomatisasi yang Nyeleneh

Masalah pertama: checkpoint tidak konsisten. Saya kehilangan 4 epoch latihan. Masalah kedua: tidak ada notifikasi. Saya tidak tahu laptop saya mati sampai pagi. Solusi kocak tapi efektif: saya membuat script watchdog sederhana yang berjalan di background. Intinya: cek suhu CPU lewat psutil, cek keberadaan process training, dan jika process hilang tanpa file checkpoint baru dalam X menit, kirim notifikasi Telegram dan restart job via tmux. Jadinya seperti punya asisten malam yang cerewet—”Hei, kamu mati? Aku hidupkan lagi.”

Implementasinya sederhana namun penuh detil praktis yang saya pelajari: gunakan checkpoint setiap N batch, pakai atomic write untuk file checkpoint (menulis ke temp lalu rename), dan simpan metadata minimal (epoch, step, seed). Dengan begitu, ketika tmux otomatis me-restart training, resume-nya mulus. Saya menambahkan juga mekanisme fallback: kalau laptop mendeteksi suhu > 90°C, script otomatis mem-pause training dan upload model terakhir ke Dropbox, lalu kirim pesan. Itu menyelamatkan hardware—dan malam saya.

Momen Kocak dan Refleksi

Ada momen lucu ketika saya, setengah mengantuk, membuka tab belanja buat menenangkan—dan tanpa sengaja klik buleoutfit. Dua menit browsing, saya lihat notifikasi: training selesai. Rasanya seperti hadiah kecil: model converged, saya dapat email dari script, dan saya baru saja menambah wishlist jaket baru. Hidup penuh ironi.

Yang membuat saya tertawa kemudian adalah reaksi tetangga kos. Sore harinya mereka menggedor pintu, bertanya kenapa laptop saya berdengung semalaman seperti pesawat kecil. Saya jelaskan dengan bangga bahwa itu karena “otomasi training model”. Mereka hanya menatap dan berkata, “Kalau begitu belilah kipas tambahan.”

Dari pengalaman ini saya dapat beberapa insight teknis dan praktis yang saya bagikan kalau kamu ingin otomatisasi training di laptop biasa:

– Otomasi itu bukan hanya soal schedule. Siapkan juga watchdog dan fallback. Hardware bisa mati, koneksi bisa putus, dan kamu butuh recovery otomatis.
– Checkpoint sering dan atomic. Menyimpan model setiap beberapa batch kecil mencegah kehilangan banyak progress.
– Gunakan gradient accumulation dan batch kecil untuk menyesuaikan dengan RAM terbatas. Lebih baik panjang training daripada sering crash.
– Monitor suhu dan batere. Otomatiskan pause atau upload ketika threshold tercapai.
– Nohup/tmux + logging = sahabatmu. Dan jangan lupakan notifikasi (Telegram/email) untuk kabar real-time.

Saya juga belajar sisi emosional: jangan meremehkan kebutuhan istirahat. Ada temptation untuk “biarkan saja jalan semalaman”, tapi hardware dan kesehatan kita butuh jeda. Perlakukan laptopmu seperti rekan kerja—kadang ia butuh cuti.

Di akhir, cerita ini bukan sekadar kisah konyol. Ini contoh bagaimana otomasi yang matang memperlakukan semua skenario: sukses, kegagalan, dan momen absurd. Setelah beberapa iterasi script, saya punya pipeline yang handal untuk eksperimen kecil—cukup untuk prototipe dan demonstrasi. Untuk pekerjaan skala besar, jelas saya akan naik ke cloud. Tapi untuk prototyping cepat, dengan sedikit humor dan banyak checkpoint, laptop tua bisa jadi panggung yang memproduksi cerita tak terlupakan.

xbaravecaasky@gmail.com

Share
Published by
xbaravecaasky@gmail.com

Recent Posts

Cara Sederhana Agar Kamu Selalu Percaya Diri Dengan Pakaian yang Dipilih

Cara Sederhana Agar Kamu Selalu Percaya Diri Dengan Pakaian yang Dipilih Ketika berpakaian, apa yang…

5 hours ago

Kisah Pertama Kali Berbincang Dengan Chatbot Dan Apa Yang Saya Pelajari

Kisah Pertama Kali Berbincang Dengan Chatbot Dan Apa Yang Saya Pelajari Pernahkah Anda merasa seperti…

21 hours ago

Ketika Gaya Vintage Bertemu Fashion Modern: Kisah Perubahan Wardrobe Aku

Memulai Perjalanan: Dari Vintage ke Modern Ketika saya pertama kali tertarik pada fashion, saya terpesona…

2 days ago

Dari Nol Hingga Paham: Perjalanan Pribadi Menyelami Dunia Machine Learning

Dari Nol Hingga Paham: Perjalanan Pribadi Menyelami Dunia Machine Learning Di era digital saat ini,…

7 days ago

Kisah Saya Menemukan Keajaiban Machine Learning di Kehidupan Sehari-hari

Kisah Saya Menemukan Keajaiban Machine Learning di Kehidupan Sehari-hari Dalam era digital saat ini, teknologi…

1 week ago

Kisah Di Balik Lemari: Bagaimana Wardrobe Membentuk Gaya Dan Identitas Kita

Kisah Di Balik Lemari: Bagaimana Wardrobe Membentuk Identitas Kita Pernahkah kamu memperhatikan bahwa lemari kita…

2 weeks ago